kisah inspiratif kehidupanku



Tetesan Itu bak Airmata Cahayaku
Pagi tanpa ditemani mentari kali ini,megingatkanku pada dia yang setiap pagi mengarungi kehidupan saat mentari menyapa
Tepat pukul 06.30 setiap pagi ia telah pergi dari rumah,bukan ke suatu kedai kopi bagai lelaki tua lainya,tetapi Ia melangkah pada satu tujuan demi tetesan-tetesan Air Nira atau meragan pola (bahas pakpak) Mengambil Air nira sudah dilakukan masyarakat batak pakpak sejak Zaman dahulu,merupakan suatu pencarian turun temurun yang diwarisi nenek moyang,namun perlahan kebiasan itu mulai hilang ketika waktu yang berjalan menuntut manusia untuk mengikuti zaman dan tuntutan Zaman juga yang memaksa Pak Haposan untuk tetap menggantungkan Rezeki pada Air Nira
Menjadi pengambil air Nira sudah Pak Anto lakukan sejak anak pertamnaya mulai menginjakan kaki di sekolah kejuruan,waktu itu biaya begitu banyak dibutuhkan.Anaknya mengambil sekolah kejuruan kesehatan.Setiap harinya selesai mengambil air Nira pak Haposan melakukan aktivitas bertani,saat mentari terbit hingga tenggelam dalam waktu Ia selalu setia mengerjakan ladangnya,malam itu pak Haposan beserta Istri dan ke 4 anaknya yang tinggal bersama mereka begitu menikmati sapaan malam dengan hidangan lauk seadanya
Setelah selesai makan Pak Haposan menyuruh anak-anaknya belajar,dan segera ia duduk didepan layar Televisi,tak sempat Ia memulai cerita dengan istrinya,Berru nya Uli(anak perempuan) menghubungi lewat telepon genggam.Suatu kebahagiaan bagi mereka ketika anak perempaun mengatakan kabarnya nan jauh bahwa Ia Sehat,Bukan suatu duka pula ketika Uli harus mengatkan Jika ia butuh biaya untuk keperluan sekolah,malam itu Uli berkata kalau Ia harus mengikuti Praktek dan Ujian akhir yang membutuhkan banyak biaya.Sapaan hangat dan semangat tak tak pernah Pak Haposan lupa berikan pada Uli walau acapkali hati menyimpan sejuta keluh tak sanggup untuk melanjutkan,Ia pun berjanji segera mengirimkan Dana yang di butuhkan Uli,Ia pun berpesan
Burju-burju mersikola,Ulang pela roga masalah Biayamu”baik-baik sekolah jangan takut masalah Biayamu
**
Telepon dimatikan,segera ia melirik kantongnya ,hanya tersisa beberapa lembar uang dibalik bungkusan rokoknya,sebuah tatapan punya seribu sarat makna antara Ia dan istrinya,tatapan itu hilang seketika  saat anak kedunya datang menghampiri.Roy meminta untuk diberikan Izin melamar Angkatan setelah lulus SMA,bukan restu yang didapat namun sebuah kecemasan akan keselamatannya,karena bagi oarangtua Angkatan dekat dengan kematian.
Segera berakhir pembicaraan malam itu,Roy bergegas ketempat tidurnya dan Ibunya juga,malam telah larut namun Suara jangkrik  tidak mengusik lamunan Pak Haposan,pikiranya masih dipenuhi bayang-bayang perminataan kedua anak tertuanya,Sejuta bayangan akan usaha mencari uang dia coba rangkai malam itu,tetapi tak sekejap jua ia mampu memejamkan mata meski mentari sudah terbit sebagai tanda jika ia harus mengukir hidup dalam tetesan Air nira.
Pagi itu Ia berangkat,dengan tumpukan beban pikiran,Ia terlena akan hal ini bukan karena beban praktek Tugas akhir Uli semata tetapi permintaan Roy yang menurutnya tak cukup asal –asal biayanya
***
Tetesan Hujan mengisayaratkan pelangai itu masih ada,demikian Roy tetap pada harapanya sebelum ia gagal,waktu berjalan terasa cepat pelamaran AKABRI telah tiba,Roy disetujui mengikutinya setelah melewati berbagai tentangan dari orangtua saat ada pelamaran gelombang pertama,kala itu Roy hidup beberapa bulan dalam cengkraman emosi pada kedua orangtuanya,Ia berpikir bahwa orangtunya hanya memikirkan anak Pertamanya Uli.Bukan ketakutan akan kekurangan dana menjadi hal utama tetapi kekawatiran akan keselamatan Roy lah yang membatasi dukungan orangtuanya.
Tak ku dengar lagi gonggongan anjing itu Nak,saat aku melintas ketika jalan masih remang-remang dimana aku harus kesan kemari mendatangi setiap rumah untuk menanyakan pinjaman dana,dan jika orang-orang mengizinkan tanah pijakankupun akan kujual demi keinginmu,Baik-baik ikuti Test dan tetap ingat pada-Nya,pesan ibu saat Roy berangkat ke Kota

Bermodalkan doa dan harapan serta niat tulus menjadi bekal Roy saat berangkat ke kota mengikuti segala test,Orang Batak dikenal dengan sikap gotongroyong dan tali persaudaraan dari nenek moyang,namun Salahkah jika sikap Gotongroyong itu diharapkan pada materi?ketika Pak Haposan mencoba merembukkan keinginan Roy kepada abang dan adiknya Tonga dan patua Roy,Bukan sebuah Dukungan atau bantuan yang diharapkan justru sebuah sikap pesimis,hanya ada seorang anak Tulang,anak dari Puhun Roy yang bersedia membantu,Marudut namanya.
Roy yang berasal dari kampung memiliki Fisik begitu kuat.Ia berhasil mendapat tiga besar pada beberapa ujian namun persaingan tetaplah persaingan,permainan tetap akan dimainkan saat ada pemain yang bersedia.Beberapa ujian telah ia lalui dan dikatakan lulus, hanya tinggal sekali ujian akhir yang membutuhkan dana paling besar,Rangkaian cerita Ia coba sejajarkan dengan Alur waktu,Setiap kisah dan detik waktu ia Torehkan dalam lembaran-lembaran yang punya kisah masing-masing,Bukan Siang saja punya kisah tapi malam juga masih bagian dari waktu.Malam ini Roy terpakasa melukiskan sebuah Kisah menorehkan luka bahkan kisah itu ingin Dihapus saja karena menghapus harapan Roy.
“Njuah-njuah,salam dalam bahasa pakpaak,Sehat kamu kan Roy”sapaan Marudut anak Tulang Roy
“Njuah –njuah  juga,sehat bang,ada apa bang?”sahut Roy
“huharap kamu tidak terkejut dengan berita ini,Maaf Roy aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk membantumu dalam pendanaan”
“maksudnya bang?”Tanya Roy ragu
“ada musibah yang menimpa keluargaku,jadi aku hanya bisa bantu berdoa saja”
“bang,uangnya butuh minggu ini ,tidak mungkin orantuaku bisa mengumpulkan duit sebanyak itu dalam beberapa hari,tapi ya sudahlah bang”



****
Dinginya malam tak mengusik amarah dan kekecewaan Roy,apalah arti Sebuah janji jika ternyata harus di ingkari juga,.Dalam keputusasaan Ia mencoba menghubungi orangtuanya,Terkejut Ia,namun mereka harus tetap bijak bersikap,”Fokuskan pada ujianmu nak,biarkan Aku dan Ayahmu yang memikirkan dana”pesan sang ibu.Pikiran bak benang kusut dan putus Harapan membuat Roy secara tiba-tiba jatuh sakit,walau Ia harus tetap mengikuti ujian akhir,dan akhirnya Ia harus menerima kekalahanya. Tiada kata yang bisa melukiskan kekecewaan Roy dan keluarga saat itu,harapan telah Sirna bahkan segala dana telah tiada ,namun di satu sisi Pak Haposan dan Istri bangga pada diri mereka karena telah berhasil membawa Anaknya Roy sampai pada titik terakhir walau kegagalan menjadi buahnya
Luka itu meninggalkan Harapan pada Roy dan keluarga,Ia memohon dukungan pada kedua orangtuanya untuk Ia mencoba yang keduakalinya,dan mereka menyetujinya. Tiga bulan menghapus kekecewaan berbalut luka sudah cukup bagi Roy untuk ia kembali mulai melangkah meraih impianya,Ia mengikuti Test AKABRI lagi tiada yang berbeda dari sebelumnya,Ia harus mengikuti beberapa tahapan test dan ikut bermain pada setiap permainan disana.manusia berbuat namun Tuhan yang berkehendak Roy harus menerima kegagalan yang keduakalinya   kali ini bukan masalah dana tetapi Bermasalah pada tidak adilnya Permainan,Saat sehari sebelum test terakhir semua peserta sudah asyik dengan trik masing-masing dalam mengikuti permainan dan semua mencari jalan masing-masing namun Hari itu Roy hanya di temani rasa penasaran kemana seseorang yang biasa menemani Ia dalam bermain,matahari telah terbenam rasa penasaran Roy belum juga terjawab hingga pada malamnya Ia mendapat kabar lewat telepon jika Seseorang yang biasa kawanya bermain mendapat Musibah,sebut saja namanya Pak,Jendral Adi,ibunya meninggal dunia.”Ikuti saja testnya Nak,serahkan pada-Nya”pesannya pada Roy
Tiada Harapan datangnya pelangi tanpa turunya Hujan,demikian Roy harus mengikuti test terakhir,pembacaan peserta yang harus pulang penentu nasib Roy,Jantung berdebar kencang,ketika Direktur membacakan nama-nama tersebut ada sedikit harapan saat sudah dibacakan empat puluh lima orang yang gugur,Roy masih berharap ia tidak ada pada lima nama terakhir,namun apa hendak dikata Ia menjadi peserta ke limapuluh yang harus pulang
Lenyap sudah sejuta asa yang ia miliki,tetesan airmata bak menggatikan tetesan air Nira yang biasa pak Haposan kunpulkan,bahkan tetsan air mata tak cukup menumpahkan segala rasanya.tak ingin menambah lukiskan kisah Duka pada orangtuanya demi balasan semangat dan pengorbanan Roy melukiskan isi hatinya sebagai Penutup memori akan AKABRI
   Tawa menjadi angan semata
Kuterlelep dalam mimpi abadiku
                                                   Gairahku warnai lukamu
                                          Kuhanya mencoba Mengumpulkan kerikil kecil jadi mutiara
        Kini rapuh dan usang sudah harapanmu
Ayah,ibu kutahu senyummu palsu
                                                   Ayah,ibu harapanmu tlah sirna
Salahkah aku yang mencoba ?
Usai sudah kesempatan bagi Roy,karena Tahun depan umurnya sudah meleawti batas umur maksimal.Ia pulang membawa kekecewaan dan rasa malu pada Orangtua dan kampung halaman.Ayah dan Ibu Roy tetaplah mereka yang menyanyangi anaknya walau sebenarnya hati mereka juga mengangis tetap saja mereka coba menghusap luka pada Roy lewat semangat dan senyuman hangat kala Roy mengeluh.
Uli telah lulus dari sekolah kesehatanya,dan segera ia melamar pekerjaan Dikampung mereka,tak memakan banyak waktu segera setelah pelamaran CPNS dibuka Waty mencoba menguji rejekinya,dan ia pun diterima,Senyuman hangat dan rasa bangga boleh Pak Anto miliki dan isrti kala anak pertama mereka sudah meniti karir,Roy memutuskan untuk Kuliah di salah satu pergurun tinggi,dengan segala keterbatasan pak Anto mencukupi biaya anak-anaknya bagaikan tetesan-tetesan Air nira yang tak pernah berhenti demikian harapan keluarga paka anton akan rejeki,Kini Roy telah di wisuda menjadi seorang Sarjana.


            Bukan tak lelah kaki paka Haposan ketika Ia harus setiap pagi dan Sore hari berjalan ke Hutan demi kumpulan tetesan Air Nira ,bukan tidak panas juga terik matahari kala Pak Haposan dan istri harus tetap setia menemani mentari menghabiskan siang di ladang, tetapi  Sejuta harapan telah terukir di hati Pak Haposan untuk mendukung Anaknya meraih impianya, kala ia Masih Muda tidak mendapat dukungan dari Orangtua pada Sekolahnya.

Komentar